Labels

"Cogito Ergo Sum", ucapan filsuf Perancis Rene Descartes yang berarti "aku berpikir maka aku ada" mungkin cocok dengan saya. Dan blog ini adalah wadah dari tulisan-tulisan saya yang tidak penting, berasal dari pemikiran aneh dari seorang yang bodoh.

Rabu, 09 November 2011

Koleksi Anime di Laptopku

Dari sekian banyak, hanya ini yang masih bertahan dan belum sempat di burn. Hehehe...


Selasa, 13 September 2011

Round Table featuring Nino


Yoo... Kali ini saya akan membahas grup band Jepang favorit saya. Yap, sesuai judul di atas, Round Table Featuring Nino.

Mungkin banyak yang kurang familiar mengenai band ini atau lagu-lagu yang mereka bawakan. Secara mereka memang kurang terkenal di Indonesia jika dibandingkan dengan band Jepang lainnya macam L'Arc~en~Ciel yang sudah memiliki basis penggemar yang banyak atau Asian Kungfu Generation yang lagunya jadi sering kita dengar lantaran serial Naruto sangat sering diputar ulang.

Karena musik adalah soal selera, jadi mungkin banyak yang tidak suka dengan genre musik yang mereka bawakan yang sedikit bernuansa Elektronika meski tetap memegang pakem-pakem J-Pop. Terutama penggemar anime, bisa jadi pernah mendengar lagu mereka, lantaran anime terkenal macam Chobits, .hack//, atau Aria menggunakan lagu-lagu dari band ini sebagai soundtrack-nya. Saya sendiri terus terang mengenal Rotafuni (singkatan Round Table featuring Nino) lewat lagu mereka yang berjudul Let Me Be With You yang menjadi opening dari anime Chobits.

Alasan kenapa nama band ini adalah Round Table featuring Nino adalah karena pada awal mereka terbentuk pada 1997, band mereka bernama Round Table yang beranggotakan Katsutoshi Kitagawa (vokalis, gitaris, bass) dan Rieko Ito (vokalis, keyboard). Sampai saat ini pun Round Table (tanpa Nino) masih eksis, jika ditotal band Round Table telah mengeluarkan 5 buah single dan 11 album yang terakhir dirilis 2009 kemarin.

Nah, Nino sendiri baru bergabung pada tahun 2002 sebagai vokalis, sedangkan Kitagawa turun menjadi backing vokal. Round Table yang diperkuat Nino di dalamnya pun berubah nama menjadi Round Table featuring Nino. Menurut saya, adanya suara Nino yang sangat lembut membuat musikalitas Round Table menjadi lebih berwarna. Mereka menjadi lebih bisa bereksplorasi, itu jika dibandingkan dengan Round Table yang tanpa Nino. Saya sendiri terus terang kurang menyukai Round Table yang tanpa Nino.

Alasan saya menyukai band ini tentu saja karena vokal Nino yang sangat lembut itu tadi, meski musiknya yang enak didengar juga salah satu poin pentingnya. Mungkin jika anda suka band Indonesia macam Mocca atau Ten2Five, atau musik luar macam M2M atau MYMP, bisa jadi juga suka band yang satu ini, secara musik mereka hampir mirip dan sama-sama bervokalis perempuan. Di Indonesia sendiri lagu mereka memang tidak dirilis dan anime yang memuat lagu mereka juga tidak ditayangkan, tapi jika anda suka menonton acara "Jika Aku Menjadi" di sebuah stasiun tv swasta, anda akan sering mendengar intro lagu mereka yang berjudul Rainbow dijadikan musik latar.

Kembali ke soal lagu mereka yang jadi soundtrack anime, memang sebagian besar single yang Rotafuni keluarkan menjadi soundtrack anime. Karena itulah nama mereka melambung, terutama di kalangan penikmat anime (dan saya salah satu korbannya). Single yang pernah mereka keluarkan antara lain Let Me Be With You (Chobits), New World (.hack//Legend of Twilight), Sunny Side Hill (Uninhabited Planet Survive!), Grovin' Magic (Gunbuster 2), Rainbow (Aria the animation), Natsu Machi (Aria the natural), Puzzle (Welcome to the N.H.K), Koi wo Shiteru (TV Tokyo Webtama 3), Nagareboshi (Yozakura Quartet). Sedangkan untuk album, Round Table featuring Nino sampai saat ini sudah mengeluarkan 3 buah album, yakni April (2003), Nino (2006), dan Distance (2008). Selain 9 single dan 3 album tersebut, lagu mereka juga ada dalam soundtrack Clamp in Wonderland 2.

Untuk lagu favorit, saya memilih Rainbow dari album Nino. Musik Rainbow sangat simpel, mudah dicerna dan enak didengar karena minim kesan elektronika yang biasanya sangat dominan, petikan gitar akustik-nya juga sangat mantap terutama pada bagian intro, dan tentu saja vokal Nino disini adalah yang paling memukau dibanding lagu yang lain. Kemudian Let Me Be With You dari album April yang sangat mengena ketika dijadikan soundtrack anime Chobits dan Oh! Yeah! yang bersemangat dari album Distance. Selain itu saya juga suka Puzzle, Groovin' Magic, Just A Little dan Book and Bossa. Tapi kembali lagi, musik adalah masalah selera. So, see you on the next Post :)

Senin, 05 September 2011

Mencicipi Italian Full Course

This is it.. Italian Full Course ala sendiri :


Hahaha... Bercanda, tidak mungkin saya bikin pizza seindah itu, lebih tidak mungkin pula saya membuat masakan Italian Full Course seperti dalam foto tersebut. Foto itu diambil secara diam-diam oleh saya pada Jum'at lalu di sebuah resto bergaya Italia di kawasan Slamet Riyadi.

Malam itu ceritanya saya dan beberapa orang teman berburu Pizza yang se-otentik mungkin (maksudnya yang bukan ala fastfood), akhirnya tibalah kami di sebuah resto ala Italia tadi. Resto itu tidak terlalu besar tapi lumayan komplit dengan adanya bar, beberapa orang turis asing dan menu yang menyajikan wine. Untuk yang terakhir tadi, tentu saya tidak meminumnya.

Dengan semangat empat-lima, kami yang penggemar Pizza memesan seperangkat Italian Full Course, antara lain : Ravioli (semacam  pangsit basah disiram saos tomat, mungkin tidak asing bagi yang sering nonton dorama Pasta atau penggemar Master Chef) dan Kalamari Fritto (semacam cumi goreng tepung) sebagai appetizer. Untuk main course-nya tentu tidak lepas dari Pizza, yakni Meat Lover Pizza dan Quattro Pizza yang ukurannya naudzubillah sebesar pelek sepeda motor. Kemudian untuk dessert-nya saya memesan ini :


Bagi saya itu seperti kue leker yang dilipat dan diisi es krim, ada juga yang memesan Panna Cotta yakni semacam italian dessert yang terbuat dari krim, susu, dan gula yang dipadatkan dengan gelatin, juga Lemonade Ice Cream bla bla bla (saya lupa namanya karena terlalu panjang). Dari dessert orang Italia itu, saya menjadi mengerti sedikit sesuatu mengenai dunia masak-memasak, "Jika masakan anda terlalu simpel, beri saja nama yang panjang dan sulit diingat orang."

Pada awalnya saya yang ndeso bisa menguasai diri untuk menjalani table manner, namun itu hanya bertahan beberapa detik, selanjutnya meja candle light dinner di pinggir city walk itu pun berubah meriah dan heboh layaknya warung angkringan. Yah, bagaimana pun kebodohan dan kekurangan saya tidak cocok dengan makanan dan adat mewah tersebut.

Sebuah pesan moral saya tarik dari peristiwa tersebut, bahwa makanan yang enak adalah jika kita bisa menikmatinya dan tersenyum sesudahnya. Memang, kelezatan pizzanya membuat saya begitu menikmati dan terhanyut di dalamnya, namun agaknya angka yang tertera dalam bill seusai jamuan mahal tersebut juga tidak membuat saya tersenyum sesudahnya, senyum kecut mungkin. Tapi tak apalah, hitung-hitung pengalaman pernah mencicipi hidangan resto yang konon selevel dengan hidangan bintang empat. Jadi kesimpulannya, mungkin lain kali kembali lagi ke pizza fastfood :) hehehe...

Cukup sekian untuk malam ini. See you on the next post..

Kamis, 28 Juli 2011

Menanti Ramadhan


Sebentar lagi bulan Juli akan habis, dan saya menantikannya untuk segera berganti.

Untuk beberapa orang, akhir bulan adalah masa-masa yang paing ingin segera dilewati. Paling tidak bagi pegawai negeri, karena gajiannya berada tepat  pada tanggal 1 tiap bulannya. Namun meski saya bukan pegawai negeri, tapi khusus bulan ini, saya ikut menanti habisnya akhir bulan.

Itu karena tanggal 1 bulan besok bertepatan dengan tanggal 1 Ramadhan.

Yang berarti awal puasa dimulai. Itu yang membuat saya senang.

Kata pak Ustadz, siapa yang bahagia, yang menanti datangnya bulan ramadhan dengan perasaan gembira dan senang berarti tergolong orang-orang yang bertaqwa. Entah saya termasuk golongan itu atau bukan, yang  jelas memang harus diakui bahwa saya senang menanti bulan Ramadhan setiap tahunnya.

Paling tidak, bulan Ramadhan memberi angin segar bagi kehidupan saya yang kurang bagus tahun ini, banyak masalah dan cobaan. Semoga semua dapat terselesaikan di bulan Ramadhan ini.

Ya, semoga saya dan kita semua dipertemukan dengan bulan Ramadhan yang tinggal 3 hari lagi.
Dan semoga kita semua dapat melewatinya dengan baik, tidak menyianyiakannya, karena banyak dari kita yang sudah tidak berkesempatan menemui bulan Ramadhan lagi. Amin.

Senin, 06 Juni 2011

Jenazahnya Diapain Nih?

Yak...
Beberapa menit yang lalu, saya bersama bapak-bapak sedang berdialog dalam sebuah forum rapat harian di balai desa. Ceritanya sedang membahas suatu masalah klasik yang sekarang ini semakin sulit memecahkannya, yakni bab merawat jenazah.


Yap, merawat jenazah adalah hal yang musti dilakukan ketika ada seorang anggota masyarakat yang meninggal. Tidak mungkin lah, mayatnya mandi sendiri, pakai kain kafan sendiri, gali lubang kubur sendiri terus loncat dan masuk kuburnya sendiri. Lah yang nguruk siapa? Itulah problemnya : harus ada manusia-manusia yang mau melaksanakan tugas mulia yang tidak semua orang bersedia.

Memang di setiap kelurahan atau daerah memiliki seorang perawat jenazah atau dalam bahasa kampung saya disebut "Modin". Modin inilah yang bertugas sebagai perawat, pemandi, sampai pengkafan setiap jenazah yang tercipta di kampung saya. Dan orangnya cuma satu itu.

Nah, permasalahannya adalah jika terjadi anggota masyarakat yang meninggalnya bersamaan (janjian mungkin). Nah si Modin ini jelas menjadi incaran banyak orang, orang-orang ingin jenazah keluarganya yang paling dahulu dikebumikan, si Modin yang hanya satu dan satu-satunya ini pun kelimpungan. Jika bisa membelah diri, pastilah membelah diri untuk melayani permintaan keluarga almarhum. Sering sekali prosesi layatan menjadi molor karena ulah Modin yang tak kunjung datang, tentu karena sibuk dengan mayat orang lain.

Berangkat dari permasalahan di atas, bapak-bapak pun mengusulkan untuk dibentuknya "tim kematian" (serius) di tiap-tiap masjid, yang bertugas merawati jenazah jika ada yang meninggal dalam masyarakat. Salah satu bapak menawarkan dilaksanakannya pelatihan merawat jenazah, baik jenazah laki-laki maupun perempuan. Bahkan nanti ujiannya bakal praktek langsung dengan jenazah atau mayat asli (serius, ini benar-benar diusulkan beliau beliau), entah siapa yang bakal bersedia menjadi mayatnya.

Terlepas dari itu semua, memang merawat jenazah adalah kewajiban setiap umat manusia, namun jika sudah ada yang menangani, baru terlepas kewajiban tersebut, itulah Fardhu Kifayah.

Namun jika si perawat mayat hanya satu, tentu sangat merepotkan sekali. Bayangkan saja jika yang mati setengah lusin-karena bencana mungkin, atau bagaimana jika yang meninggal perempuan? Tentunya si Modin yang notabene laki-laki tulen ini tentu bukan mahrom semua orang. Oleh karena itu memang perlu adanya perawat jenazah lain selain si Modin yang legendaris tadi.

Permasalahan mendapatkan "pemain pengganti" tadi tidaklah  semudah membalik telapak kaki. Alasannya bisa :
1. Dari sumber daya manusianya yang terbatas pada pengetahuan dan pengalaman.
2. Dari keluarga korban yang "jika tidak pak Modin yang mengurus, tidak puas"

Maka dari itu perlu adanya penyuluhan agar dibentuk tim perawat, baik untuk jenazah laki-laki maupun perempuan yang disertai dengan pelatihan dan pengalaman. Untuk itulah praktek langsung perlu diadakan, agar mereka-mereka ini mempunyai jam terbang yang cukup agar dipercaya oleh masyarakat.

Satu lagi usul dari para tetua-tetua yang hadir, bahwa masjid agung konon bersedia menjadi pelatih dalam hal ini. Bahkan mereka memberi "garansi", dimana setelah pelatihan, mereka masih mau mendampingi merawat jenazah asli hingga dua kali agar dapat memberi pemahaman yang cukup bagi peserta pelatihan (kata "garansi" itu mengundang tawa yang cukup meriah dalam rapat).

Akhir kata, semua sebenarnya kembali kepada diri sendiri. Dimana ketika kewajiban memanggil kita, kita harus selalu siap. Bukankah dari SMP kita sudah diajarkan untuk itu. Benar perkataan beliau, dimana yang terpenting adalah kesempatan lalu pengalaman. Apalagi memang tuntunannya, yang memandikan atau mengkafani adalah mahromnya, seperti istri dimandikan suami atau sebaliknya.

Jadi siapkah kita menjadi perawat jenazah? Agar kita tidak hanya terpaku dan berteriak dalam hati "jenazahnya diapain nih?"

Sabtu, 04 Juni 2011

Pager Mangkok



Pager mangkok, atau bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah pagar mangkuk. Itu, merupakan istilah yang sering dipakai dalam kebudayaan Jawa, terutama Surakarta dan sekitarnya. Biasanya digunakan dengan kalimat panjang menjadi sebuah pepatah Jawa. Lengkapnya berbunyi "Pager Mangkok Luweh Kuat Timbang Pager Tembok" yang dalam bahasa Indonesia kira-kira berbunyi "Pagar Mangkuk Lebih Kuat dari Pagar Tembok"

Arti dari pepatah tersebut kira-kira bisa diterjemahkan menjadi "tetangga yang baik, lebih bisa menjaga harta benda kita, daripada pagar tinggi nan kokoh sekalipun".

Mungkin banyak yang berpikir, kenapa bisa sebegitu melenceng artinya?

Begini...

Pagar mangkuk berkaitan erat dengan budaya memberi makanan dalam kehidupan bertetangga. Seringkali tetangga memberi masakan pada tetangga lain jika saat itu mereka memasak lebih. Walau tidak ada acara, syukuran, atau hajatan. Hal ini adalah untuk membina hubungan baik antar tetangga. Jika hubungan baik, maka kerukunan, kerjasama, bahkan sikap saling menjaga akan muncul. Sehingga tetangga tersebut akan menjadi menaruh perhatian, menjadi ringan ketika diminta pertolongan. Bahkan jika si pemilik rumah pergi untuk  waktu yang lama, tetangganya akan menjaga rumah beserta harta bendanya. Tidak mungkin tetangga akan membiarkan rumah orang yang telah baik kepadanya, dimasuki maling. Itulah pagar mangkuk.

Hal itu berbeda dengan pagar tembok. Meski pagar setinggi apapun dan pintu sekuat apapun, bisa saja kemalingan. Jika orang itu jarang bergaul, sombong, pelit pada tetangganya, maka tetangganya pun akan acuh kepadanya. Tetangga tidak akan menaruh perhatian pada orang asing yang masuk ke rumah orang tersebut dengan cara yang mencurigakan.

Itulah pesan penting dari pepatah "Pager mangkok luweh kuat ketimbang pager tembok". Dimana pemberian yang tulus, yang disertai dengan sikap baik, akan menimbulkan rasa kekeluargaan, rasa damai dan aman, yang bahkan lebih kuat dan kokoh dari pager tembok sekalipun.

Selasa, 24 Mei 2011

Kisah Si Pengantar Lomba

Beberapa waktu lalu saya mengantar anak-anak TPQ ikut lomba TPQ se-Surakarta di Universitas Sebelas Maret, tepatnya di gedung Student Center-nya.


Bukan mengantar sih sebenarnya, karena saya tidak benar-benar mengantar anak-anak tersebut. Mengapa bisa begitu, bisa saya jelaskan dengan kronologi sebagai berikut :
1. Acaranya dimulai pukul 07.00 WIB
2. Kumpul dulu di masjid dekat rumah pukul 06.30 WIB
3. Berangkat bersama-sama dari masjid pukul 06.45 WIB teng
4. Saya sampai di masjid pukul 07.30 WIB

Karena di masjid tidak ada tanda-tanda kehidupan akhirnya saya memutuskan untuk berangkat sendiri naik motor. Jarak rumah dengan UNS tidak terlalu jauh sebenarnya, jalan kaki pun sampai. Tapi karena terburu-buru, saya lebih memilih mengebut.

Seperti biasa, ngaret masih menjadi budaya leluhur bangsa Indonesia yang terus dilestarikan. Sampai jam 8 pun acara masih belum dimulai. Saya yang sebenarnya sudah ngaret pun, begitu sampai masih seperti seorang yang rajin.

Meski acara belum dimulai tapi sudah banyak anak-anak berbaju koko dan berjilbab yang berlalu lalang, tampak tergesa memasuki Student Center. Dan berbanding lurus dengan banyaknya pedagang kaki lima di luar gedung, di dalam gedung memang terisi banyak anak-anak kecil yang memadati ruang aula tersebut.

Permasalahannya adalah, bagaimana menemukan rombongan TPQ saya diantara 850an anak yang berjubel? 850 itu jumlah pesertanya saja belum termasuk pengantar dan orang tua.

Belum sempat menemukan rombongan sendiri, saya malah ketemu dengan teman-teman saya di tempat itu yang juga senasib dengan saya, sedang mengantar anak-anak dari TPQ masjid masing-masing. Kami pun berbincang panjang. Karena terlalu panjang, saya simpulkan sebagai berikut :
1. Peserta tahun ini lebih banyak dari tahun kemarin
2. Anak-anak TPQ teman saya persiapannya sangat matang, dengan jumlah bala tentara 20 orang. Sedangkan TPQ kami? 6 orang, itu termasuk orang tuanya.
3. Lawan paling berat adalah anak pondokan, anak SD IT, dan anaknya pak ustadz
4. Menjadi juara umum adalah hampir mustahil bagi masjid desa kami
5. Kebanyakan dari peserta sudah pulang sebelum pengumuman pemenang karena sudah yakin tidak akan menang setelah melihat aksi peserta lain

Akhirnya saya pun bertemu dengan rombongan yang saya cari. Dan selang beberapa menit kemudian, acara lomba pun dimulai. Rombongan kami cuma mengirim delegasi untuk lomba mewarnai dan tahfidz Qur'an. Semua anak TPQ kami berusaha sebaik mungkin. Mereka berjuang memberikan yang terbaik.

Agar tidak menyia-nyiakan kerja keras latihan selama ini.

Agar tidak mengecewakan para pengantar dan orang tua.

Agar minimal ada sebuah piala di masjid kami.

Namun sebelum nama pemenang diumumkan, bahkan sebelum acara lomba selesai, kami sudah pulang duluan. Agaknya kami termasuk dari "kebanyakan dari peserta yang pulang duluan sebelum pengumuman pemenang, setelah melihat aksi peserta lain".

Namun seperti yang mas MC bilang di awal acara, kemenangan bukanlah ketika kita merebut piala. Kemenangan adalah ketika sudah mau berlatih, berusaha, dan berjuang. Paling tidak, kami telah belajar satu hal penting, yakni tentang melatih mental serta motivasi untuk berusaha berlatih lebih keras untuk lomba yang akan datang.

Semoga tahun depan trophy itu dapat kami bawa pulang.

Amin.

Kamis, 19 Mei 2011

Kehidupan, Kaca dan Nyembur

Lama nggak nulis disini..
Jadi malu karena tidak bisa meluangkan waktu untuk sekedar menulis kehidupan saya sekarang. Padahal hanya menulis apa yang terjadi, tapi sulitnya setengah mati.


Yah, sebenarnya banyak kejadian yang menarik selama 19 jam sehari hidup saya (waktu tidur tentu tidak dihitung). Namun menuangkannya dalam kata-kata adalah sebuah problematika tersendiri. Kejadian itu runtut tapi terpisah-pisah, terpecah seperti kepingan kaca, terserak tak beraturan tapi memantulkan pemandangan yang sama.

Begitulah hidup.

Kesenangan, kelucuan, kesedihan, kejadian aneh dan menarik dalam sebuah kehidupan terpisah-pisah bagai kaca pecah yang berserakan. Tapi menampilkan sebuah gambar yang sama, refleksi dari kehidupan.

Bingung. Intinya untuk menceritakan sebuah kisah, baik lucu atau sedih yang saya alami dalam tulisan itu sangat sulit. Seperti kita berkaca dengan pecahan cermin kecil tadi. Tapi saya akan berusaha.

***


Hari ini, tepatnya beberapa jam yang lalu saya menghadiri rapat panitia di base camp, rapat itu mengenai sebuah acara pentas seni tingkat kelurahan. Katakanlah seperti itu (memang seperti itu). Dan ini kisah nyata (tidak usah ditulis pun memang kebanyakan adalah pengalaman saya sendiri)

Setelah memesan minuman dan makanan (nasi kucing dan gorengan) di angkringan depan base camp, kami memulai perbincangan. Rapat non formal, lebih enjoy, tidak sistematis, tidak ada basa basi, dan bisa mblenggar kesana kesini.

Saat itu pesanan makanan dan minuman sudah datang dan kami mulai membahas tentang kontribusi peserta. Karena pesertanya anak-anak, maka kontribusinya tidak jauh dari kisaran ribuan.

Si B bertanya tentang kisaran kontribusi

Si C membuka bungkus nasi kucingnya

Si A melempar saran agar per anak membayar 1000 rupiah.

Si B berkata, masa' seribu? Kencing kali seribu.

Si C yang mau makan nasi kucingnya berhenti sejenak memandang kedua temannya, tidak sopan! Begitu pikirnya.

Si A memperbaiki sarannya dan merevisi menjadi per anak 2000 rupiah.

Si C bersiap akan memakan nasi kucingnya, nasi sudah nyaris akan masuk mulut.

Si B masih protes lagi, kalo dua ribu mah buat e'ek!!!

Si C nyembur...

Dari situ saya mendapat pelajaran bahwa ada manusia yang sensitif dengan apa yang didengarnya.

Terlebih ketika makan.

Sekian.


nb : Jika ada yang pengen tau, saya berposisi sebagai apa dalam dialog di atas, saya adalah si B.

Senin, 25 April 2011

Bangkit Kembali

Yoo...
Akhirnya kembali nulis lagi di blog ini, setelah vakum hampir setahun. Tapi kevakuman saya bukannya total meninggalkan dunia tulis menulis, melainkan karena tersedot untuk menulis di blog lainnya. Karena selain blog ini, saya punya 2 blog lain, tapi dengan tema yang-bahasa kerennya-lebih segmented dan eksklusif.



Karena keasyikan mengurusi 2 blog tersebut, saya jadi jarang menulis disini.

Ya... sudah sekitar 3 tahun blog ini berdiri jika dihitung dari pertama kali saya menulis artikel di tahun 2008. Blog ini dibuat ketika saya kuliah dulu. Pengennya sih berisi pengalaman-pengalaman kuliah, keseharian, pemikiran, yah semacam daily life gitu. Tapi malah kebanyakan berisi hal-hal yang absurd macam tips-tips aneh yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Sekarang kehidupan kuliah sudah terlalui dan memulai membuka lembaran baru. Jadi mungkin saya akan mengisi blog ini dengan lebih bijak. Idealnya sih begitu. Tapi sepertinya, saya masih nyaman dengan situasi saya yang sekarang. Mungkin itu sebabnya saya tidak juga bertambah "dewasa".

Oke, cukup curhatnya. Mencoba menulis artikel kembali.

Saat saya menulis artikel ini, saya sedang dalam kondisi sendu. Karena komputer pc yang biasa nongkrong di kamar, monitornya untuk sementara waktu raib dipinjam sepupu saya. Jadi terasa agak lapang dan ada yang hilang gitu.

Yah, wajarlah jika jadi sendu. Padahal biasanya juga saya jarang menggunakan komputer pc itu, lebih sering menggunakan notebook. Tapi apapun akan terasa berarti ketika sudah menghilang. Jadinya tetap merasa agak sedih juga.

Soal komputer pc itu, sudah 7 tahun berlalu sejak "beliau" pertama kali menemani hidup saya. Kenapa "beliau"? Karena untuk ukuran sebuah barang elektronik yang selalu up-to-date, usia segitu sudah termasuk uzur dan layak mendapat penghargaan. Padahal jika diibaratkan manusia, usia segitu masih kelas 3 SD. Masih ingusan.

Nama komputer saya itu adalah Descompie. Baru setahun yang lalu saya beri nama. Sebelumnya tidak kepikiran untuk memberikan nama pada sebuah barang. Tapi sekarang lucu juga untuk dicoba, jadi terasa lebih hidup dan menghargai. Sebagai tambahan, nama notebook saya adalah Compie, nama hape saya adalah Denden Mushi, dan nama sepeda motor saya adalah Phyta. Untuk kenapa namanya begitu dan lain sebagainya akan saya bahas kapan-kapan. Kalau tidak lupa, tentu saja.

Nah, jika dirunut secara kronologis, komputer itu terlahir ketika saya kelas 2 SMA. Merupakan komputer ketiga yang pernah saya miliki. Komputer pertama saya adalah komputer jangkrik dengan disket sebesar buku tulis A5. Bagi yang sudah om-om atau tante-tante mungkin mengenal komputer jenis ini di masa lalunya yang suram.

Komputer dengan sistem operasi DOS itu saya dapatkan sewaktu saya kelas 2 SD dan kakak saya kelas 3 SD. Jadi bukan komputer bapak saya atau komputer ibu saya atau kakak sepupu yang sudah kuliah, tapi murni komputer saya dan kakak yang masih SD. Kalau di jaman sekarang, mungkin wajar jika anak usia segitu sudah bisa pegang komputer, anak kelas 1 SD saja sudah pegang HP, dan kelas 3 SD sudah bisa buka youtube dan punya facebook.

Tapi pada jaman itu, yang playstation, handphone, notebook, youtube, facebook belum eksis, anak-anak masih main umbul, si doel masih tayang perdana, dan jumlah presiden kita masih dua. Di jaman yang jumlah channel televisi swastanya masih 3 biji itulah saya mendapatkan komputer saya yang pertama. Dan itu-kalau boleh berbangga sedikit-merupakan prestasi yang cukup membanggakan.

Lalu untuk apa anak-anak ingusan memiliki komputer dengan tampilan yang sangat jauh dari menarik itu? Yah, paling tidak, di dalamnya ada permainan pacman dan space invaders-nya. Itu saja, kami berdua sudah senangnya bukan main. Kami mulai belajar memasukkan disket floppy yang berbentuk kotak itu, mengetik D:/dir dan bla bla bla hingga gambar pacman dan teman-temannya muncul. Memainkannya dengan tekun dan berusaha agar tidak bosan.

Kemudian waktu pun bergulir, ketika saya kelas 3-4 SD, kami mendapatkan apa yang disebut "terobosan paling spektakuler" di bidang teknologi komputer : Microsoft Windows. Ya, kami kakak beradik akhirnya mendapatkan komputer windows kami yang pertama, sebuah komputer pentium berlayar warna dengan microsoft Windows 95 di dalamnya. Saat itulah saya mulai mengenal Microsoft Office, mulai mengetik fiksi di notepad untuk pertama kalinya (sebelumnya jika mengetik memakai mesin tik), membuat animasi pertama saya dengan Corel Movie, menggambar dengan Corel Draw, dan memainkan game berjudul Commander Keen hingga khatam. Itu semua terjadi ketika saya kelas 3-4 SD.



By the way, saya dimanja dengan perangkat mahal bernama komputer itu bukan lantaran orang tua saya kaya raya dan banyak harta. Kami keluarga sederhana dengan pendapatan seadanya. Tapi orang tua saya lah yang revolusioner, yang tidak membelikan sepeda jika anaknya masih bisa berjalan, tidak membelikan nintendo jika anaknya masih betah membaca, tidak membelikan mainan jika lego masih terasa menyenangkan. Dari sedikit uang yang terkumpul itulah orang tua saya berhasil membeli komputer bekas, ya kedua komputer yang saya ceritakan di atas kesemuanya adalah komputer bekas. Tapi saya sangat menyayangi mereka, orang tua dan komputer-komputer itu. Hingga sekarang, komputer itu masih ada di gudang kami.

Ketika masa-masa kelas 3-4 SD itu saya juga mulai mengenal internet dan browsing. Kalau sekarang usia balita sudah bisa twitteran mah wajar, modem bergelimpangan, sinyal hotspot dimana-mana, notebook menjadi barang primer, game center dan warnet berjejalan. Tapi di jaman itu, jaman dimana sebuah universitas negeri yang begitu besar hanya memiliki satu warnet, jaman dimana anak SD nongkrong di warnet adalah hal yang masih jarang, kalau tidak dibilang tabu, di jaman itulah saya mulai ngenet.

Saat itu kemampuan jelajah saya masih amat sangat minim, wajar lah pengetahuan saya hanya dari majalah Bobo pada saat itu. Saya belum bisa nge-search dengan google, situs yang saya kunjungi pun masih sangat minim, bukan hanya karena saya yang tidak bisa menemukan, tapi juga karena situs Indonesia-nya yang masih bisa dihitung dengan jari (jari seluruh penduduk Indonesia, bukan jari saya). seingat saya, situs yang saya jelajahi antara lain : www.pokemon.com (yang masih red and blue saat itu), www.dagelan.com (situs horror yang ada gambar hantunya, entah sekarang masih eksis atau tidak), www.sheila-gank.com (situsnya grup band Sheila on 7, itu pun masih beta dan statusnya sering maintenis), itu saja dan tarifnya masih 6000 rupiah per jam! Luar biasa mahal untuk seorang anak SD yang uang jajannya hanya 200 rupiah per hari.

Begitulah, jika diingat, masa kanak-kanak terasa begitu indah dengan segala keterbatasan dan kekurangannya. Pada tahap selanjutnya, kecintaan saya pada barang dan teknologi bernama komputer mulai agak pudar. Jarang internetan, jarang melototin windows, dan lebih terpengaruh ke dunia game konsol. Ya, game konsol macam playstation lah penyebab saya berpisah dengan komputer pada masa SMP hingga awal SMA. Membuat saya semakin tidak begitu tertarik dengan komputer saya yang memang semakin expired tersebut.

Kemudian pada liburan kelas 1 SMA, sebuah gebrakan besar terjadi. Saat itulah kami sekeluarga memutuskan untuk membeli komputer baru yang lebih normal untuk mencukupi kebutuhan kami akan multimedia. Maka dimulailah perjalanan ke Jakarta, tepatnya di daerah Mangga Dua untuk membeli komputer idaman tersebut. Dan dari pencarian tersebut, kami mendapatkan komputer "tercanggih" saat itu, sebuah komputer berprosesor Pentium IV, RAM 128 MB, CD-ROM, casing Compaq yang built-in dari Korea (kata penjualnya gitu).

Saya adalah yang paling senang saat itu. Dan roda ketertarikan dengan dunia komputer yang dulu sempat berhenti, saat itu mulai berputar kembali. Menemani saya dengan lagu-lagu dari winamp, gambar-gambar wallpaper, dan menghibur saya dengan game-game di dalamnya.

Komputer itulah, si Descompie, yang telah menemani saya selama 7 tahun lebih, yang kontribusinya dalam hidup saya sungguh besar. Sebagai sebuah komputer, Descompie termasuk penurut dan jarang rewel selama 7 tahun ini. Mungkin cuma CD-ROM yang sering jadi korban keganasan saya. Tapi itu tidak membuat rasa sayang saya akan komputer ini luntur bahkan setelah 7 tahun dimana teknologinya sudah tertinggal jauh, Descompie masih sering saya gunakan jasanya.



Karena suatu alasan lah, Descompie menjadi salah satu benda paling berharga dalam hidup saya. Membuat saya begitu melindungi komputer itu, bahkan cenderung parno jika ada orang lain yang mengutak atik atau tidak memperlakukannya dengan layak. seperti ketika saya membawanya ke sekolah saat kelas 3 SMA.

Yah, dengan suka duka dan nostalgia saya dengan komputer-komputer itu, terlebih Descompie, maka wajar jika saya merasa sendu saat ini.